SELAMAT DATANG DI BLOG KUMPULAN PUISI SANGGAR SASTRA TASIK

Selasa, 02 Maret 2010

Puisi Acep Zamzam Noor



DI LUAR KATA


Musim panas membakar kata-kataku
Menjadi abu dan lelatu
Lalu menyeretku ke wilayah tak dikenal
Dunia tak terjangkau lidahku
Teriakanku lenyap dalam regukan besar waktu
Seperti embun yang terserap cahaya pagi

Aku ingin memahami isyarat ini:
Kegelapan telah mengiringi langkahku
Sedang mataku perih setiap mengenangkanmu
Adakah yang salah dari penglihatanku yang nanar
Sejak aku sembunyi di balik kabut musim dingin
Dan tumbuh menjadi si pembenci cahaya

Dunia di luar kata-kataku, Zlata
Dan nyanyianku tak menyuarakan apapun
Tapi airmataku terus mengalir padamu
Menjenguk puing-puing serta kuburan baru
Di bukit kotamu. Airmataku terus mengalir
Dari sanalah puisi akan memancarkan maknanya

***


DI TUBUH-TUBUH TAK KUKENAL

Di tubuh-tubuh tak kukenal
Kutanam benihku. Di ladang-ladang kering
Bukit-bukit gersang, padang-padang kerontang
Jalan panjang keterluntaan. Telah kutanam kesepianku

Kutabur di rumah-rumah bordil, gang-gang becek
Gerbong-gerbong tak bertuan, masjid, gereja dan candi
Juga lembaran kitab-kitab suci:
Aku mencium bau anyir, mendengar tangis bayi

Kelaparan. Kesepian di mana-mana

Di tubuh-tubuh tak bernama
Kualirkan darahku. Di rahim-rahim benua
Perut-perut samudera, gelombang pasang, badai dan topan
Kegelisahan yang membentang. Kukekalkan

Aku jadi buta, Anne, jadi batu
Hatimu tanpa alamat. Masjid hanya untuk para pelayat

***


TERLALU BANYAK

Terlalu banyak minum, terlalu banyak menelan pil tidur
Bosan bermimpi akhirnya aku tersedu:
Masihkah masjid alamatmu? Aku tak tahu. Tak tahu
Sejumlah musim telah bergulir, tahun demi tahun
Telah berakhir. Dan kembali mengalir
Memutar abad dan siklus nasib. Bergolak
Dan menyala-nyala. Sambil tersedu (mungkin tertawa)
Aku mengetuki pintu-pintu, memasuki penjara-penjara
Memecahkan etalase toko-toko
Mencarimu. Sepanjang jalan-jalan ibukota, sepanjang
Peradaban dan tumpukan sampah. Dunia

Hanya salak anjing, nyaring dalam batin
Malam seakan abadi. Aku tak tahu. Tak tahu
Terlalu banyak membaca, terlalu banyak
Bertanya. Buku demi buku merabunkan mataku
Mengirim sukmaku ke hutan-hutan, mendorong kelaminku
Ke tepi sunyi. Mendaki perut, menyeberangi paha demi paha
Melelapkan waktu. Sejarah hanya kelu
Hanya gemuruh dan gelegar mesiu. Aku tak tahu. Tak tahu
Seratus peperangan dan bencana, seribu maklumat dan fatwa
Kalimat-kalimat prosais dan berbunga. Sejuta pedang
Dan moncong senapan. Tak tahu:

Masihkah para pelayat tersedu di altarmu?

***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar